Dulu, di Prancis, hidup seorang pelukis luar biasa bernama Ernest Meissonier. Ia bukan sembarang pelukis — konon, setiap goresan kuasnya mampu menangkap detail wajah dan objek dengan ketepatan nyaris sempurna. Di masa itu, orang-orang menganggap Meissonier adalah sosok jenius yang karyanya akan hidup selamanya. Ia diyakini akan dikenang lintas generasi karena bakat dan ketelitiannya yang luar biasa.
Namun, tak lama kemudian, dunia berubah. Kamera ditemukan alat yang bisa menangkap gambar dengan tingkat ketepatan yang bahkan melebihi lukisan terbaik. Sejak itu, kemampuan Meissonier yang dulu dianggap istimewa perlahan kehilangan relevansinya. Ia pun mulai terlupakan.
Kisah Meissonier ini memberi pelajaran penting: tidak ada kemampuan yang akan bertahan selamanya jika kita berhenti beradaptasi. Dunia terus bergerak. Teknologi, cara kerja, bahkan standar kesuksesan selalu berubah. Dan yang bisa bertahan bukanlah mereka yang paling pintar, tapi mereka yang paling cepat menyesuaikan diri.
Kadang, kita merasa tertinggal dari orang lain teman seangkatan sudah sukses, rekan kerja sudah naik jabatan, atau orang lain tampak lebih “maju”. Tapi sebenarnya, langkah orang lain bukanlah penggaris untuk mengukur diri kita. Mereka bukan pesaing, melainkan cermin dan inspirasi.
Setiap orang punya waktunya sendiri. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang penting, kita terus bergerak, belajar, dan berkarya, sekecil apa pun itu. Karena di tengah perubahan dan ketidakpastian, yang membuat kita tetap bernilai bukan sekadar apa yang kita miliki, tapi kemauan untuk terus bertumbuh.